Sekitar 22 tahun lalu, tepatnya 25 April 1989 ibuku melahirkan seorang anak yang telah dikandungnya selama hampir 1 Tahun dengan bobot 3 Kg lebih. Aku bisa merasakan susahnya ibuku yang mengandung seorang anak yang 'tidak normal', anak yang melewati batas waktu normal dalam kandungan, anak yang tetep ngotot tidak mau mbrojol sampai ibuku merasa susah dan bertambah susahnya setiap detik dalam mengandung anak tersebut (Thanks Mom). Dan ke-tidak normal-an anak itu ternyata terbawa hingga dewasa (mungkin tepatnya terbawa hingga besar).
Ya, anak itu bernama Khusnul Imad. Nama yang bagus sekali, nama yang belum pernah kudengar ada yang menyamai, mirip pun tidak. Nama yang akhirnya aku ketahui dengan arti khusnul = baik, imad = penyangga. Jadi arti nama khusnul imad adalah penyangga kebaikan, nama yang indah sekali. Thanks to my beloved Dad!
Singkat cerita anak tersebut tumbuh dengan keceriaan ditengah hangatnya keluarga bahagia, penuh kasih sayang, semua kebutuhannya tercukupi, bahkan banyak keinginannya yang terkabulkan. Ah, indahnya hidup ini(waktu kecil).
Waktu terus beranjak, anak itu pun semakin liar bermain kesana kemari tanpa mengenal lelah dan tidak pernah menyadari bahwa orang yang mengasuhnya pun sudah lelah. Anak itu tidak perduli dengan yang lain, dan sepertinya hidup di dunianya sendiri. Bermain-main dengan khayalan terbaiknya, seakan sedang menjaga kedamaian bumi bersama power ranger mengalahkan musuh imajinya.
Anak tersebut tumbuh dengan penuh perhatian dan kasih sayang keluarga yang utuh, malah berlebihan. Dimasa seorang anak yang semestinya direlakan kepergiannya sejenak untuk bermain bersama teman-temannya, sang ibu malah sedikit agak tidak rela jikalau nantinya terjadi apa-apa dengan anaknya yang 'tidak normal' ini. Bahkan ketika sedang seru-serunya bermain dengan teman-temannya, anak tersebut dijemput untuk pulang dengan alasan anak tersebut belum makan siang. Mungkin waktu itu anak tersebut merasa dunia tak cukup adil dengan anak seusianya. Kenapa harus makan siang dulu? Kenapa didepan teman-temannya? Kenapa pas waktu seru-serunya bermain? Bukankah bermain dengan perut kosong juga melatih ketahanan fisik, supaya nanti pas besar tidak kaget ketika menjalankan ibadah puasa. Anak tersebut masih bingung dengan kebijakan orang dewasa yang dirasa belum sejalan dengan akal sehatnya.
Anak tersebut (yang mulai sekarang kita panggil Imad) tumbuh semakin besar, bukan hanya kiasan namun benar-benar bertubuh besar. Diusianya yang masih belia, dia sudah pantas di panggil bapak karena kebesarannya tersebut. Imad sangat menikmati masa muda bersama keluarga bahagianya, belum mengerti akan hidup. Sangat Easy Going dalam menjalani hari-harinya, mungkin karena tidak ada beban hidup yang membuatnya berbadan besar. Bukan karena banyak makan seperti yang dituduhkan teman-teman dan orang terdekatnya.
Setelah melewati masa transisi pubertas yang melelahkan, akhirnya Imad berhasil menjajaki usia yang kata orang menjadi 'Dewasa'. Dibenaknya, dewasa adalah suatu title kehormatan yang bakal disandangnya setelah melewati lika-liku hidupnya selama 18 tahun terakhir ini. Jadi orang besar dengan usia lebih dari 18 tahun dapat dikatakan dewasa, begitulah prasangkanya. Namun prasangka tetaplah prasangka, yang kadang tak sejalan dengan realita. Diusianya yang semakin tua dan berat badannya semakin menyusut karena jauh dari orang tua untuk menuntut ilmu ke pulau seberang, Imad masih belum mengerti apa itu kedewasaan. Mungkin terbawa dari lahir kebiasaan yang lambat sekali perkembangannya. Seperti: lahir setelah hampir 12 bulan dikandungan, berarti terlambat 3 bulan dari bayi pada umumnya. Lalu baru bisa berjalan setelah usia 1 tahun lebih, berpikir pun jarang sekali (sekalinya berpikir membutuhkan waktu yang lama, dan hasilnya pun seringkali salah), satu hari dalam hidupnya banyak digunakan untuk tidur, yah itulah contoh manusia yang mengalami keterlambatan mental (bukan keterbelakangan mental).
Perjalanan hidup Imad ini sebenarnya bisa dikatakan beruntung daripada kebanyakan anak manusia lainnya, begitu kata salah seorang temannya yang iri akan keterlambatan mental Imad tersebut. Benar kata orang jaman dahulu kala, orang bodoh kalah sama orang pintar, orang pintar kalah sama orang cerdas, dan orang cerdas kalah sama orang beruntung, meskipun bodoh. Dan itulah hidup Imad selama ini, Bodoh tapi seringkali beruntung. Dalam benak Imad, orang yang banyak menggunakan akal logika dan analisa-analisa tidaklah keren, ia merasa orang yang menjalani hidupnya tanpa berpikir banyak lebih menarik, attraktif, karena tidak terikat baik-buruk, benar-salah, semua dijalaninya tanpa banyak berpikir. Dan anehnya alam semesta ini sepertinya mendukung ke-tidak normal-annya, sering kali ia berada disituasi sulit yang membutuhkan analisa para ahli dan simulasi-simulasi untuk keluar dari masalah tersebut, namun dengan mudahnya ia keluar dari masalah tersebut dengan sehat wal afiat. :D